A story from 1991, 18 December 1991
Dimulai dengan suara ayam di pagi hari, hari itu adalah hari Rabu. Rabu tanggal delapan belas Desember tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh satu.
Peristiwa yang seharusnya menyenangkan, peristiwa dimana seorang ibu yang sedang berulang tahun, namun kondisinya bukan ia yang dimeriahkan oleh orang-orang. Dan bahkan anak sang ibu tidak datang ke rumahnya. Seorang ibu tua yang sudah berusia sekitar enam puluh tahunan. Berapa tepatnya tidak diketahui.
Sang Matahari yang terang menyinari mangsanya seperti biasa, yaitu Bumi...bagi ibu tua itu, justru matahari seperti sedang bersembunyi dan munculah kegelapan. Namun tak disangka, mengapa matahari itu bersembunyi darinya, ternyata Matahari itu diperintahkan oleh Yang Maha Esa, untuk memberikan kejutan kepada ibu tua tersebut.
Diluar sepengetahuan ibu tua tersebut, munculah telur emas baru.
Ibu tua yang berusia enam puluhan itu mendapatkan kabar dari anaknya, anaknya yang tidak berada di saat sang ibu tua berulang tahun. Anaknya itu seorang perempuan yang sudah memiliki keluarga. Satu suami dan satu orang anak. Ia sedang mengandung. Dan...
Sang ibu tua mendengarkan pesan yang disampaikannya, lalu ia merasa...Matahari seperti bersembunyi di dalam hatinya, ia merasa bahwa Matahari bukanlah bersembunyi dari matanya. Namun Matahari justru bersembunyi di balik hatinya. Wajah ceria terlontar ke umum. Sang ibu tua itu, merasa bahagia mendengar bahwa anak kedua dari anaknya telah lahir...atau cucu kedua dari anaknya yang ke-empat.
Perasaan bahagia seorang ibu tua yang mendapatkan hadiah langsung dari Sang Maha Esa, adalah cucu. Cucu yang terlahir di saat sang ibu tua berulang tahun. Angka nominal kelahiran yang sama tercipta, itulah hadiah dari Sang Maha Esa kepada sang ibu tua. Sampai seterusnya, delapan belas tahun telah terlewat dan setiap tahun dari setiap kenaikan usianya. Sang Cucu dan Sang Ibu Tua itu selalu merayakan ulang tahunnya bersama. Itulah hadiah yang bersifat permanen, yang diberikan Sang Maha Esa.
Cucu itu, dinamakan Aldio Grahandiva Bastian. Terima kasih semuanya, nama yang bagus, dan setelah enam belas tahun lamanya sang cucu itu hidup. Belum ada satupun, nama yang menyamai namanya. Hanya saja pada tahun ke-tujuh belas, satu nama telah menyamai namanya. Aldio. Namun nama itu berlalu sudah. Menginjak ke delapan belas tahun, belum ditemukan lagi nama yang persis sama seperti sang cucu.
Dan kehidupan sang cucu dimulai, dipikirkan, dan yang teringat adalah setelah sang cucu memasuki Taman Kanak hingga Universitas.
Berikut adalah beberapa bentuk cerita yang kan dikisahkan oleh sang cucu sendiri...
To be continued...
Originall posted by : DG Bastian, thanks to Mom "anak sang ibu tua" and Omma "sang ibu tua"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar